
kardinal pada Senin (28/4/2025) hari ini akan menentukan tanggal konklaf untuk memilih Paus baru, setelah wafatnya Paus Fransiskus minggu lalu.
Puluhan kardinal yang merupakan pemimpin Gereja Katolik dari berbagai penjuru dunia telah berkumpul di Vatikan sejak Paus asal Argentina tersebut meninggal pada 21 April 2025.
Meskipun demikian, masih belum ada petunjuk jelas mengenai siapa yang akan dipilih sebagai Paus berikutnya.
“Saya yakin bahwa jika Fransiskus adalah paus yang penuh kejutan, konklaf ini juga akan demikian, karena sama sekali tidak dapat diprediksi,” ungkap Kardinal asal Spanyol, Jose Cobo, dalam wawancara yang diterbitkan pada Minggu (27/4/2025).
“Dalam konklaf sebelumnya, Anda dapat melihat ke mana arahnya, namun kali ini banyak kardinal berasal dari luar Eropa dan beberapa bahkan belum pernah bertemu sebelumnya,” jelas dia, dikutip dari AFP.
Diketahui, Paus Fransiskus dimakamkan pada Sabtu (26/4/2025) dengan upacara yang dihadiri sekitar 400.000 orang di Lapangan Santo Petrus dan sekitarnya, termasuk bangsawan, pemimpin dunia, serta peziarah biasa.
Pada Minggu, ribuan orang berkumpul di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma untuk melihat makam marmer Paus, yang memilih dimakamkan di luar tembok Vatikan.
Dengan ketegangan serta krisis diplomatik yang berlangsung di seluruh dunia, Kardinal Italia Pietro Parolin dianggap oleh banyak pihak sebagai kandidat utama untuk menggantikan Paus Fransiskus.
Bandar taruhan Inggris, William Hill, menempatkannya sedikit lebih unggul dibandingkan Luis Antonio Tagle, Uskup Agung Emeritus Manila, diikuti oleh Kardinal Peter Turkson dari Ghana.
Selain itu, ada nama-nama lain yang turut memperebutkan posisi ini, seperti Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, Kardinal Robert Sarah dari Guinea, dan Matteo Zuppi, Uskup Agung Bologna.
Pemilihan Paus yang tepat
Ricardo Cruz, seorang spesialis data asal Filipina, yang hadir untuk melihat makam Fransiskus pada Minggu, mengungkapkan harapannya.
“Sebagai seorang Filipina, saya berharap paus berikutnya berasal dari Asia, namun sebagai seorang Katolik, saya hanya berharap kardinal memilih ‘paus yang tepat’,” katanya.
Paus Fransiskus dikenal dengan upayanya menciptakan Gereja yang lebih inklusif dan penuh kasih. Meski banyak mendapat dukungan luas, reformasinya juga memicu kemarahan di kalangan konservatif Gereja, terutama di Amerika Serikat dan Afrika.
Menurut Roberto Regoli, profesor sejarah dan budaya Gereja di Universitas Kepausan Gregorian, para kardinal akan mencari sosok pemimpin yang dapat membawa persatuan lebih besar di tengah polarisasi dalam Katolikisme.
“Saya tidak membayangkan konklaf ini akan berlangsung dengan sangat cepat,” kata Regoli.