
Mahkamah Internasional (ICJ) mulai menggelar sidang pada Senin (28/4/2025) untuk membahas kewajiban kemanusiaan Israel terhadap warga Palestina, di tengah blokade total yang menghentikan bantuan ke Gaza selama lebih dari 50 hari.
Sidang yang berlangsung di Den Haag ini akan dilakukan selama lima hari, dimulai dengan pernyataan dari perwakilan PBB, disusul oleh pemaparan dari pihak Palestina.
Setelah itu, 38 negara, termasuk Amerika Serikat, China, Perancis, Rusia, dan Arab Saudi, juga akan menyampaikan pandangan mereka di hadapan 15 hakim.
Selain itu, Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Uni Afrika turut memberikan kontribusi dalam sidang ini.
Sidang tersebut dilatarbelakangi oleh resolusi Majelis Umum PBB yang disahkan pada Desember lalu.
Resolusi ini, yang diprakarsai oleh Norwegia, meminta ICJ untuk segera memberikan pendapat hukum terkait kewajiban Israel dalam memastikan kelancaran pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan oleh 2,4 juta warga Palestina di Jalur Gaza.
Meskipun pendapat yang diberikan ICJ bersifat tidak mengikat secara hukum, pengadilan ini menekankan bahwa opini mereka memiliki bobot hukum dan otoritas moral yang besar.
Pada Juli tahun lalu, ICJ pernah mengeluarkan opini yang menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah “ilegal” dan harus diakhiri secepat mungkin.
Haris Huremagic, kandidat PhD di Geneva Graduate Institute, mengatakan bahwa permintaan pendapat hukum ini mencerminkan frustrasi luas atas kurangnya dialog untuk mengatasi situasi mengerikan di Gaza.
Sementara itu, Israel saat ini mengontrol ketat seluruh aliran bantuan internasional ke Gaza.
Pada 2 Maret 2025 lalu, Israel menghentikan sepenuhnya pengiriman bantuan, hanya beberapa hari sebelum gencatan senjata selama dua bulan berakhir dan kekerasan kembali memuncak.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 500.000 warga Palestina kehilangan tempat tinggal sejak gencatan senjata berakhir pada pertengahan Maret.
Sejak saat itu, Israel kembali melancarkan serangan udara dan darat di Gaza, yang menurut PBB menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di wilayah tersebut sejak 7 Oktober 2023.